Sabtu, 25 April 2015

Cerpen Remaja


Mimpiku

                Teman-teman, perkenalkan namaku Nayla Azzahra. Orang lain biasa menyapaku Nayla. Aku kelas sebelas SMA jurusan IPA. Disekolah aku mempunyai teman-teman yang sangat baik, diantaranya Desi dan Tia.Disekolah, aku juga mengikuti ekstrakurikuler Bulu Tangkis, sesuai hobiku. Hobiku ini diturunkan dari ayahku.
                Aku tinggal disebuah rumah didalam gang yang cukup sempit di pinggiran kota Jakarta. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku dan juga adik kesayanganku. Namanya Rangga, dia baru kelas empat SD. Rangga juga memiliki hobi yang sama sepertiku.
                Tak seperti keluarga kebanyakan, meskipun kami tinggal bersama namun suasana rumah selalu ramai. Bukan karena berkumpul antar anggota keluarga. Tapi karna pertengkaran antara ibu dan ayah. Hampir setiap hari mereka bertangkar, dan hampir setiap hari pula harus kuajak Rangga main keluar rumah. Aku tidak ingin Rangga mengetahui lebih jauh tentang pertengkaran antara ayah dan ibu. Entah apa yang mereka ributkan, mereka seperti air dan minyak yang disatukan. Selalu berdampingan namun tidak pernah bersatu.
                Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, aku mengantar adikku terlebih dahulu ke sekolahnya. Aku masih ingat, waktu itu hari rabu aku mengantarkan adikku ke sekolahnya. Setelah kuantarkan, kira-kira seratus meter dari sekolahnya kotak makan siang Rangga tertinggal di sepedaku, aku kembali ke sekolah Rangga. Terkejutnya aku ketika kulihat adikku dibuly oleh beberapa siswa laki-laki lainnya, memang mereka semua masih bersekolah di sekolah dasar akan tetapi perlakuan mereka tak dapat ditoleransi. Kuhampiri adikku dan memarahi bocah-bocah itu, mereka langsung lari. Saat itu aku langsung menuju kantor sekolah adikku untuk melaporkan kejadian tersebut, tapi adikku melarangnya. Ya sudahlah, jam sudah menunjukan hampir setengah tujuh, aku langsung menuju sekolahku.
                Disekolah, seperti biasanya aku, Desi dan Tia duduk dan cerita bersama. Desi duduk di sudut belakang kelas, aku duduk di depan Desi, dan Tia di depanku. Beberapa bulan terakhir ini Desi sering mendapat nilai lebih bagus dari biasanya. Tia sedikit cemburu tentang meningkatnya prestasi Desi.
“Des, kayaknya akhir-akhir ini nilai kamu semakin baik?” Tanya Tia penasaran.
“Iya, sejak awal semester lalu aku ikut bimbel di dekat rumahku” Jawab Desi
“Masa sih? Emang ada tempat bimbel sebagus itu? Aku gak percaya.” Tanya Tia
“Maksud kamu apa?” Desi mulai kesal
“Kamu kan duduk di pojok kelas, sendiri pula, dan juga setiap kali ulangan nilai kamu bagus terus. Kamu nyontek ya?” Tia curiga.
“Tia?” kataku memotong.
“Aku sama sekali gak berbuat curang kok. Apalagi nyontek!” Jawab Desi kesal
“Masa sih? Aku tetep aja gak percaya” Tia pergi meninggalkan kami berdua
                Konflik antara Tia dan Desi tak pernah kusangka akan selam ini. Dua minggu sudah mereka berperang dingin. Bahkan saat kegiatan ekstrakurikulerpun mereka tidak saling bertegur sapa.
                Setelah ekstrakurikuler berlangsung, Pak Herman pelatih kami menghampiriku.
“Nayla? Tunggu” kata Pak Herman.
“iya pak. Ada apa?” tanyaku
“ini ada surat. Bacalah” katanya
“surat apa pak?” akupun membuka amplop yang diberikannya dan membaca isi surat tersebut
“dengan hormat, bersama surat ini kami pengurus Persatuan Bulutangkis Indonesia memberikan kesempatan kepada saudari Nayla untuk mengikuti pelatihan bulutangkis selama satu bulan di Korea Selatan yang akan diselenggarakan pada....” aku berhenti membaca
“ini.. ini.. beneran pak?..” tanyaku penasaran
“iya, selamat ya Nayla” kata Pak Herman
”waaahh hebat kamu Nayla, hanya delapan orang terpilih dari Indonesia yang mendapat kesempatan itu. Selamat ya..” kata Desi
“Selamat yaa Nayla, kamu hebat” kata Tia
“terima kasih teman-teman” jawabku
                Sejak saat itu aku terus menambah porsi latihanku setiap harinya. Aku langsung memberi tahu ayah dan ibuku tentang hal tersebut. Ayahku sangat senang mendengarnya, meskipun ibuku terlihat sedikit muram, mungkin karna habis bertengkar dengan ayah. Atau karena ibuku tak menyukai olahraga bulu tangkis.
                Keesokan paginya, hari minggu pagi kucari raketku tapi tak kutemukan dimanapun. Saat aku keluar rumah, benda yang sangat kucari itu sudah patah dan berada di tempat sampah. Tanpa pikir panjang kuambil dan kubawa raketku ke ayahku. tiba-tiba ayahku marah sekali dan menuduh ibuku yang melakukan itu semua. Ternyata ibupun mengakui kalau dialah yang melakukannya. Aku langsung berlari keluar rumah sambil menahan air mata agar tak terjatuh.
                Aku menuju rumah Tia yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumahku. Aku menceritakan semua kepadanya. Sedihku mulai hilang saat itu, saat Tia meminjamkan raketnya untuk aku bisa latihan. Senang sekali rasanya, aku bisa kembali berlatih agar aku dapat terbang ke Korea minggu depan.
                Setelah dari rumah Tia, aku menuju tempat latihan. Ada pak Herman disana. Saat latihan, aku sempat terjatuh ,kakiku sedikit terkilir dan kepalaku sedikit membentur lantai. Pusing dan sakit memang, tapi tetap kulanjutkan. Setelah latiahan pak Herman pak Herman berpesan kepadaku.
“Nay, tinggal beberapa hari lagi kamu berangkat ke Korea. Jaga kesehatan ya. Inikan mimpi kamu?” kata pak Herman.
“iya pak, saya akan jaga kesehatan. Ini jalan buat saya untuk mewujudkan  cita-cita saya” Jawabku
“memangnya cita-cita kamu apa?” tanya Pak Herman.
“ada tiga cita-cita saya pak.”Jawabku
“apa saja?” Pak Herman penasaran.
“pertama aku mau orang tuaku gak bertengkar lagi. Kedua aku mau adikku gak di buly lagi di sekolahnya. Ketiga, aku mau Desi dan Tia tidak berperang dingin lagi”Jawabku
“semua cita-cita kamu hanya untuk orang lain?” kata pak Herman
“kalau orang-orang yang aku sayang bisa senyum dan bahagia, itu cukup buat aku pak”
“terus apa hubungannya sama keberangkatan kamu minggu depan ke Korea?”
“kalau aku bisa ke Korea, ayah dan ibuku pasti bangga sama aku, aku yakin mereka bisa lebih damai ketika aku jauh dari mereka. Kalau aku bisa ke Korea adik aku pasti bangga sama aku dan teman-teman di sekolahnya juga pasti tidak akan membuly adikku lagi. Dan Desi dengan Tia akan saling membutuhkan dan akan padam api antara mereka berdua” Jawabku
“sukses selalu Nayla. Bapak selalu mendukung kamu. Bapak bangga punya murid kaya kamu” Kata pak Herman
“terimakasih pak” Jawabku
                Setelah latihan, akupun pulang. Setelah sampai dirumah aku bingung, kenapa pada hari minggu Ibu masih saja bekerja. Tak terlalu ku pedulikan itu. Hari mulai malam, ibuku masih belum pulang. Ayah mengajak aku dan Rangga untuk segera tidur. Kamipun menurutinya.
                Keesokan paginya saat aku terbangun, di dinding kamarku tergantung sebuah raket bulutangkis yang bagus sekali. Aku tahu harganya pasti sangat mahal. Diraket itu terdapat sepucuk kertas yang bertuliskan “Semangat yaa....” aku langsung mencari ayah, tapi ayah sudah berangkat kerja, jadi dapat kusimpulkan bahwa raket itu dari ayah.
                Saat pulang sekolah aku kembali berlatih bersama pak Herman. Latihanku bertambah banyak porsinya. Karna lelah aku terjatuh lagi. Kakiku terkilir dan kepalaku membetur lantai. Tak sadarkan diri aku waktu itu. Saat aku terbangun aku sudah berada di  rumah sakit. Aku bingung, separah apakah aku. Pusing dan sakit masih kurasakan. Tapi tak memadamkan semangatku untuk tetap latihan.
                Keesokan harinya aku kembali latihan, namun kali ini sendiri. Karena pak Herman sedang ada keperluan lain. Kakiku terasa sakit sekali dan kepalaku juga. Untunglah saat itu ada Desi bersamaku. Entah apa yang terjadi, aku kembali berada di kamar yang sama dirumah sakit. Orang tuaku datang dan memelukku sambil menagis. Aku bingung dan tidak mengerti sama sekali maksud mereka. Sangat sangat aneh bagiku. Beberapa menit kemudian mereka keluar dari kamarku. Dan digantikan seorang dokter yang memeriksaku.
“nak Nayla, coba gerakan kaki kanan anda” Ucapnya
Akupun melakukan apa yang dikatan.
“bagus, sekarang gerakan kaki kirinya”
Akupun melakukan apa yang dikatakan, tapi tiba-tiba kaki kiriku sma sekali tidak bisa digerakan. Aku kaget dan tak bisa melakukan apapun.
“dok.. Dok... Kok?”
“maaf nak Nayla, kami sudah berusaha yang terbaik. Namun inilah kenyataannya, dengan berat hati kami harus mengatakan bahwa nak Nayla harus berjalan diatas kursi roda” dokter bersuara lemah.
“ma..ma...maksudnya dok? Saya lumpuh?” kataku kaget
Dokter hanya mengangguk
sedih, kecewa, semua perasaan bercampur dalam diriku. Aku gagal pergi ke Korea untuk menggapai cita-citaku. Semua hancur, hangus tak ada bekas.
“dok, tolong sekali ini saja. Sembuhkan aku dok. Tolong. Setelah aku nanti kembali dari Korea, terserah dokter ingin diapakan kakiku ini. Saya mau cita-cita saya tercapai dok. Tolong dok, sekali ini saja dok. Aku gak mau ibu dan ayah bertengkar lagi dok, aku gak mau adikku dibuly lagi dok. Dok tolong sembuhkan aku dok” air mataku menetes tak terbendung. Semua cita-citaku tentang kedamaian di keluarga hampa sudah.
Saat aku pulang kerumah dengan kursi roda yang didorong ayahku. Kedua orang tuaku tak kudengar bertengkar lagi. Desi dan Tia datang bersamaan. Adikku dan teman-temannya menjengukku. Aku sangat bersyukur, semua keinginanku terwujud meskipun aku bingung apa yang terjadi terhadap mereka. Beberapa hari kemudian ayah dan ibu menceritakan yang sebenarnya kepadaku bahwa pak Herman satu-satunya orang yang mengetahui semua keinginanku menceritakannya kepada mereka. Dan waktu itu ibu pergi kerja waktu hari minggu agar dapat membelikan raket yang baru untukku, ya raket itu dari ibu. Kata ibu raketku yang lama sudah tida bagus lagi, jadi ibu membelikan yang baru.
Sebuah keinginan yang besar, harus diperjuangkan dengan usaha yang besar pula. Serta banyak hal yang harus dipertaruhkan dalam mendapatkannya.




Karya: Rizki Fahrur Rizal

 
Kamu

                Guys kenalin, gue Ricky. Gue bakal ceritain pengalaman cinta gue yang menarik buat dibaca. Mungkin lo semua pernah ngalamin atau gak sama sekali.
                Cerita ini dimulai waktu gue kelas satu SMA. Waktu itu angkatan gue, kurikulum lama masih diterapin, yaitu penjurusan dimulai dikelas sebelas. Jadi, dikelas sepuluh gue berusaha mati-matian buat dapetin jurusan IPA. Waktu itu gue beruntung banget punya temen yang baik, cantik, dan pastinya pinter. Namanya Lisa, dia jago banget sama pelajaran yang sebagian orang benci pelajaran itu. Lo taukan itu apa? Yap, matematika. Sejago-jagonnya lo ngindarin pelajaran itu, pasti bakal ketemu juga.
                Back to the topick guys. Selama hampir setahun di kelas sepuluh, Lisa jadi guru les gua. Gue balajar pelajaran IPA dari dia, tapi gak cuma-Cuma.
“oke, aku bakal bantuin kamu belajar, tapi gak Cuma-Cuma ya?” Kata Lisa
“Sip.. berapa gue harus bayar setiap bulan?” Kata gue
“kamu gak perlu bayar pake uang kok, cukup buktiin kalo kamu bisa masuk IPA” kata Lisa
“itu doang? Oke deal!” gue semangat.
                Hampir setiap hari gue belajar bareng Lisa, emang sih kalo belajar terus itu bete banget. Tapi, orang yang udah belajar aja belum tentu sukses, apalagi gak belajar? dan akhirnya perjuangan gue berbuah manis. Yap, gue masuk jurusan IPA dan dapet peringkat 2 dari 40 siswa dikelas, peringkat pertama Lisa, guru les gue. Gak Cuma itu, dikelas sebelas gue sekelas lagi sama Lisa. Semangat membara dalam diri gue buat lebih giat lagi belajar.
                Apa lo pernah suka sama seseorang secara diam-diam waktu SMA? Itulah perasaan gue ke Lisa. Dan gue yakin kalo Lisa juga suka sama gue. Secara, ibu gue bilang kalo gue paling ganteng dan keren. Waktu gue lagi makan bareng + nyari buku(buat alesan aja) sama Lisa, gue pernah nembak dia
“Lisa, I want to tell you something.” Kata gue
“what is it?” jawab Lisa
“the truth, i’ve been loving you since we have first meeting. Would you be my girl?”
“Rick, I’m sorry but i can’t be your girl. But, we’re still in a friendship aren’t we?” gue ditolak.
                Setelah gue nembak Lisa dan ditolak, gue tetep suka sama dia. Malah hubungan kita lebih deket lagi. Oh ya gue lupa, di SMA gue juga punya sahabat, namanya Fajar. Kita udah temenan dari SD. Kita sering sharing bareng, dan tentunya Fajar juga tau kalo gue ditolak sama Lisa.
                Gak terasa udah 3 tahun kita sekolah di SMA. Waktu perpisahan, kita semua membuat kenangan terindah kita di Puncak, Bogor. Waktu itu gue duduk sama Lisa di pinggir kolam renang sambil menikmati indahnya karya Tuhan. Kita ngobrol bareng.
“Ricky, setelah lulus kamu mau jadi apa?” tanya Lisa
“setelah lulus, gue bakal taklukin dunia ini pake tangan gue sendiri.”jawab gue
“keren” puji Lisa
“dan, seluruh dunia gue, itu elo” kata gue
“hah?” Lisa kaget
“apa kamu mau tahu alesan aku nolak kamu waktu itu?” lanjut Lisa
“apa?” gue penasaran
“kata orang-orang, masa paling indah adalah masa pendekatan. Setelah bener-bener jadian, bakal banyak perasaan yang hilang dan sirna. Dan aku nggak mau kehilangan semua perasaan itu ke kamu” jelas Lisa
                Dag dig dug duuaarrrr perasaan gue waktu itu denger penjelasan Lisa. Mulai saat itu kita berdua janji tetep jaga komunikasi satu sama lain.
                Akhirnya pengumuman masuk universitas negeri udah tiba. Gue diterima di Universitas Negeri Sebelas Maret Solo jurusan Tehnik sipil. Dan Lisa di Universitas Negeri Jakarta jurusan matematika. Buat gue jarak bukanlah penghalang dalam sebuah hubungan. Kita tetepjalin komunikasi.
                4 tahun berlalu, dengan gelar S.T. dibelakang nama gue, gue balik ke jakarta melepas rindu sama keluarga dan tentunya Lisa. Setelah itu gue putusin buat lanjut S2 di universitas gue yang lama. Pada suatu ketika waktu gue lagi kuliah, tiba-tiba handphone gue ilang, dan sialnya gue gak hapal nomor Lisa. Komunikasi antara kita terputus sejak saat itu.
                Setelah lulus S2, gue balik lagi ke pangkuan ibu kota. Beruntung gue gak lupa alamat rumah Lisa. Saat gue kerumah Lisa, kita ngobrol bareng.
“apa kabar Ricky? Kamu lama gak kasih kabar” kata Lisa
“kabar baik, iya maaf, handphone aku ilang waktu itu, dan aku gak hapal nomor handphone kamu. Tapi kalo nomor hati kamu, aku ,masih inget kok.” Jawab gue
“sayangnya, udah gak bisa” kata Lisa
“Loh? Maksudnya?” gue penasaran
“ini” Lisa ngasih undangan pernikahannya sama seseorang. Dan apa lo tau siapa orang itu? Dia Fajar sahabat gue.
                Bagaikan teriris hati gue, liat itu semua. Gue kira, gue adalah cowok yang kuat tapi untuk urusan cinta, ternyata gue orang yang sangat lemah. Perinsip cinta gue selama ini salah. Ternyata, cinta yang jauh akan digantikan dengan cinta yang dekat dan penuh komunikasi.
Karya     : Rizki Fahrur Rizal

 
Love is Misterious

Hai kawan, kenalin nama gua Aldo. Gua sekolah di SMA 95 Jakarta. Disini gua punya buuaanyyaaaakkk banget temen. Dan ada temen gua yang paling akrab sama gua. Wajarlah, dari TK sampe SMA kita bareng. Namanya Rony, menurut gua dia itu temen ajaib karena selalu ada di waktu suka atau duka.
Di sekolah terutama di kelas gua, gak cuma gua sama Rony aja yang temenan dari TK sampe SMA. Ada Susi sama Tesa, mereka klop banget kaya gua sama Rony.
Tapiii... jujur aja kawan, gw sama Tesa jarang tegur sapa entah kenapa. Tapi kalo Rony sama Susi dekeeetttt.... banget. Kurang lebih begitulah hubungan kita.
Suatu hari waktu pelajaran Biologi, guru super super suuupeerrr killer yang disegani sama semua murid di sekolah, ngasih tugas buat bikin makalah. It’s OK no problem. Waktu itu beliau ngasih tugas buat bikin makalah secara berkelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 2 orang. Tugas-tugas sebelumnya kalo beliau nyuruh bikin kelompok dan terdiri dari 2 orang. Gua selalu sekelompok sama Tesa, lumayanlaahh gak perlu repot-repot ngerjain, soalnya tiap kali gua tanya
“Sa, gua bantu bikin tugas ya?”
Jawabannya adalah
“gak usah do, gua aja yang ngerjain. Lu fotocopy aja”
Senangnya sekelompok sama Tesa. Tapi This is a bad moment, really really bad. Guru biologi ngacak lagi kelompoknya. For the first time, gua sekelompok sama susi. Dan Tesa sama Rony. Alangkah senangnya Ronyyy...
“ooiii Sus, kita kerja sama ya?” tanya gua
“iya” jawabnya agak senyum
“maksud gua lu kerja, gua samain”
“enak ajaa lo... kagak-kagak, kerja bareng-bareng” jawab dia
Yaa mau gak mau deh...
Keesokan harinya waktu di sekolah, gua sama Rony makan bareng kaya biasa di kantin. Rony bilang ke gua
“bro, si Tesa cantik juga ya?”
“hah? Lu suka sama dia?” jawab gua kaget
“gapapa kan?”
“yaaa gapapa sih.. yakin lo?” tanya gua
“lo juga kagak naksir kan sama dia? Jadi gak masalah kan?” Rony kaya minta ijin sama gua
“bro, gua emang kurang suka sama dia. Dan kita emang temen, tapi urusan cinta kita beda jalan” jawab gua
“tapi lo gak suka kan sama dia?”
Gua cuma senyum dan lanjutin makan.
Sebenernya gua tau kalo Tesa suka sama gua, tapi dia malu-malu kalo ketemu gua dan mungkin itu sebabnya dia jarang ngomong sama gua. Day by day, week by week. Rony terus deketin Tesa.
Pada suatu moment dimana beberapa hari menjelang libur tahun baru. Gua ngasih Tesa coklat.
“Sa, coklat buat lo”
“hhmmm makasih yaa doo...” Jawabnya senyum
“itu titipan dari temen gua”
Gua liat mukanya Tesa kaya agak kecewa tapi tetep senyum. Dan guapun pergi.
Pas istirahat sekolah, waktu gua dikelas gua duduk di pinggir kelas sebelah jendela. Gua bisa denger suara Rony dan Tesa lagi ngobrol di luar kelas
“Tesa, ..... (beberapa kalimat gua lupa) gua sayang sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gua?” Rony sambil ngasih bunga + berlutut ke Tesa
“hah? Serius?” Tesa kaget
“Liat mata gua, apa gua bohong?” kata-kata mutiara keluar dari mulut Rony
“hhmmmm, iya..” Tesa senyum
Rony langsung teriak-teriak gak karuan mengekspresikan kesenangannya.
Dari dalem kelas gua cume senyum kecil, dan ke kantin.
Malam minggu pun tiba. Ini adalah malam yang dinantikan oleh para pasangan, malam yang didoakan agar hujan oleh para pecemburu, tapi buat seorang pembuat cerpen kaya gua, mau hujan, mau kagak, kagak ada ngaruhnya asalkan ada secarik kertas dan alat tulis dan jangan mati lampu.
Kebetulan, malam ini Susi ulang tahun. Gua dan temen-temen gua mau makan besar di rumah Susi. Rony bakar ikan, Susi berdiri sambil nyambut tamu, gua duduk di meja nunggu ikan bakar dateng sambil sedikit ngobrol sama Tesa.
“Do, kalo udah lulus nanti lu mau jadi apa?” tanya Tesa
“gua mau pergi ke Solo buat belajar kimia yang lebih dalem lagi. Yaa, lo tau lah apa pelajaran kesukaan gua. Kalo lo mau jadi apa?”
“gua mau punya WO (Wedding Organizing) sendiri, dimana gua bisa bantu orang-orang yang mau adain perubahan dalam hidupnya” Jawab Tesa
“nice. Oh ya sa, si Rony romantis juga ya nembak lu pake bunga sambil berlutut pula. Kaya di tv tv”
“menurut lu gitu? Menurut gua nggak. Itu udah sering gua liat. Gua jarang liat orang yang main yaaa kaya sulap gitu buat nyatain perasaannya, pasti lebih romantis” jawab Tesa
Ternyata ngobrol bareng sama Tesa asik juga, kita ngobrol ini, itu dan lain-lain. Malah jadi sering ngobrol bareng.
Beberapa minggu kemudian, gua sempet denger Rony sama Tesa ngorol di samping kelas.
“Sa, aku mau tanya sama kamu?”
“apa?”
“perasaan kamu sama Aldo gimana?” tanya Rony
Tesa cuma diem, mungkin cari jawaban
“ aku tau perasaan kamu yang sebenernya, aku gak mau jatuh ke hati kamu dan tenggelam di dalamnya kalau udah ada orang lain disana. Aku rasa, kita temenan aja ya?”
Tesa kaget seakan gak percaya dan Rony langsung pergi.
Tanpa dirasa perpisahan pun tiba. Gua dan temen-temen gua harus pisah buat dapetin cita-cita kita selama ini. Gua langsung pergi ke Solo buat belajar di sana. Di stasiun kereta gua ditemenin sama Rony, Tesa dan Susi. Waktu kereta bersiap memutar roda besi di kaki gerbong, gua liat dari jendela Tesa nangis di pelukan Rony. Dan Tesa sempet gambar sesuatu di jendela kereta yang berembun. Tesa gambar lambang hati. Dan gak lama kereta berangkat.
Di perjalanan gua sedih, sedih banget. Karena gua gak pernah bilang jujur perasaan gua yang sama ke Tesa. Gua inget beberapa bulan yang lalu, dimana gua beliin coklat buat Tesa dan gua bilang “itu dari temen gua” karena gua Cuma jadi pengecut di depan orang yang gua suka. Betapa sakit pula hati gua, waktu gua denger Rony nembak dia. Dan itu tinggal kenangan entah akan terjadi lagi atau nggak. Andai waktu bisa diputar ulang.

4 tahun kemudian

Akhirnya gua kembali ke pelukan Ibu kota. Beberapa hari setelah gua pulang gua mau nyatain perasaan gua ke Tesa lewat sulap kaya yang pernah dia bilang. Gua bawa setumpuk kartu remi dengan trik-trik khusus buat nembak dia.
Setelah gua sampe di depan rumahnya, gua liat dia sama Rony sahabat gua. Mereka akrab banget sambil milih cincin pernikahan dari majalah. Sakitnya hati ini kawan, tak bisa dijalaskan dengan kata-kata. Langsung gua cabut pulang kerumah.
Sore harinya Rony dateng kerumah gua ngasih undangan pernikahannya. Dengan perasaan sedih campur kecewa (bayangin sendiri) gua langsung masuk rumah dan tidur.
Hari demi hari, akhirnya hari itu tiba dimana gua harus hadir di sebuah acara pernikahan. Disitu gua liat Rony lagi nunggu sang pengantin wanita. Pengantin wanitanya pun datang. Alangkah terkejutnya gua tiba-tiba Tesa nepuk bahu gua dari belakang sambil bilang.
“apa kabar kawan lama?”
“Tesa? Loh? Terus pengantin itu siapa?” tanya gua kaget
“lo gak tau apa emang pura-pura gak tau? Lo gak baca apa undangannya, jangan-jangan lo juga gak tau kalo lo jadi pengisi hiburan disini?"
“maksud lo?” gua makin bingung
“yang nikah itu Rony sama Susi. Nah elo nanti malem ngisi acara hiburan disini. Suara lo kan bagus , lo bisa nyanyi lah?”
Akhirnya Tesa jelasin ke gua kalo waktu itu Rony dateng kerumahnya karna mau pesen cincin buat acara spesialnya ini dan cincin itu buat Susi, karena Tesa punya WO sendiri jadi dia pesen sama Tesa. Dan di undangan itu gak gua baca kalo nama pengantinnya Rony dan Susi. Jangankan dibaca, langsung gua buang malah. Jadi gua gak tahu kalo di akhir halaman undangan itu ada tulisan “Hiburan : Teman Spesial ‘Rony’”
Malam hari pun tiba, waktunya gua perform. Bukan suara merdu yang gua kasih tau. Tapi keahlian baru gua main sulap. Waktu itu gua minta main di tengah lapangan tanpa lampu hanya obor. Gua diikat di kursi plastik dan ditutup kain. Gak lama kursi itu ditabrak sebuah motor dengan kecepatan lumayan kenceng. Tesa langsung nangis dan lari, tiba-tiba gua dateng dari belakang Tesa sambil bawa obor kecil ditangan. Pas dia liat gua, api yang ada di obor gua gua sulap jadi setangkai mawar cantik dimalam yang indah. Kita akhirnya bisa ungkapin perasaan satu sama lain dan bisa bahagia.










Karya     : Rizki Fahrur Rizal