Mimpiku
Teman-teman,
perkenalkan namaku Nayla Azzahra. Orang lain biasa menyapaku Nayla. Aku kelas
sebelas SMA jurusan IPA. Disekolah aku mempunyai teman-teman yang sangat baik,
diantaranya Desi dan Tia.Disekolah, aku juga mengikuti ekstrakurikuler Bulu
Tangkis, sesuai hobiku. Hobiku ini diturunkan dari ayahku.
Aku
tinggal disebuah rumah didalam gang yang cukup sempit di pinggiran kota
Jakarta. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku dan juga adik kesayanganku.
Namanya Rangga, dia baru kelas empat SD. Rangga juga memiliki hobi yang sama
sepertiku.
Tak
seperti keluarga kebanyakan, meskipun kami tinggal bersama namun suasana rumah
selalu ramai. Bukan karena berkumpul antar anggota keluarga. Tapi karna
pertengkaran antara ibu dan ayah. Hampir setiap hari mereka bertangkar, dan
hampir setiap hari pula harus kuajak Rangga main keluar rumah. Aku tidak ingin
Rangga mengetahui lebih jauh tentang pertengkaran antara ayah dan ibu. Entah
apa yang mereka ributkan, mereka seperti air dan minyak yang disatukan. Selalu
berdampingan namun tidak pernah bersatu.
Setiap
pagi sebelum berangkat ke sekolah, aku mengantar adikku terlebih dahulu ke
sekolahnya. Aku masih ingat, waktu itu hari rabu aku mengantarkan adikku ke
sekolahnya. Setelah kuantarkan, kira-kira seratus meter dari sekolahnya kotak
makan siang Rangga tertinggal di sepedaku, aku kembali ke sekolah Rangga.
Terkejutnya aku ketika kulihat adikku dibuly oleh beberapa siswa laki-laki
lainnya, memang mereka semua masih bersekolah di sekolah dasar akan tetapi
perlakuan mereka tak dapat ditoleransi. Kuhampiri adikku dan memarahi
bocah-bocah itu, mereka langsung lari. Saat itu aku langsung menuju kantor
sekolah adikku untuk melaporkan kejadian tersebut, tapi adikku melarangnya. Ya
sudahlah, jam sudah menunjukan hampir setengah tujuh, aku langsung menuju
sekolahku.
Disekolah,
seperti biasanya aku, Desi dan Tia duduk dan cerita bersama. Desi duduk di
sudut belakang kelas, aku duduk di depan Desi, dan Tia di depanku. Beberapa
bulan terakhir ini Desi sering mendapat nilai lebih bagus dari biasanya. Tia
sedikit cemburu tentang meningkatnya prestasi Desi.
“Des, kayaknya akhir-akhir ini nilai kamu semakin baik?”
Tanya Tia penasaran.
“Iya, sejak awal semester lalu aku ikut bimbel di dekat
rumahku” Jawab Desi
“Masa sih? Emang ada tempat bimbel sebagus itu? Aku gak
percaya.” Tanya Tia
“Maksud kamu apa?” Desi mulai kesal
“Kamu kan duduk di pojok kelas, sendiri pula, dan juga
setiap kali ulangan nilai kamu bagus terus. Kamu nyontek ya?” Tia curiga.
“Tia?” kataku memotong.
“Aku sama sekali gak berbuat curang kok. Apalagi nyontek!”
Jawab Desi kesal
“Masa sih? Aku tetep aja gak percaya” Tia pergi meninggalkan
kami berdua
Konflik
antara Tia dan Desi tak pernah kusangka akan selam ini. Dua minggu sudah mereka
berperang dingin. Bahkan saat kegiatan ekstrakurikulerpun mereka tidak saling
bertegur sapa.
Setelah
ekstrakurikuler berlangsung, Pak Herman pelatih kami menghampiriku.
“Nayla? Tunggu” kata Pak Herman.
“iya pak. Ada apa?” tanyaku
“ini ada surat. Bacalah” katanya
“surat apa pak?” akupun membuka amplop yang diberikannya dan
membaca isi surat tersebut
“dengan hormat, bersama surat ini
kami pengurus Persatuan Bulutangkis Indonesia memberikan kesempatan kepada
saudari Nayla untuk mengikuti pelatihan bulutangkis selama satu bulan di Korea
Selatan yang akan diselenggarakan pada....” aku berhenti membaca
“ini.. ini.. beneran pak?..” tanyaku penasaran
“iya, selamat ya Nayla” kata Pak Herman
”waaahh hebat kamu Nayla, hanya delapan orang terpilih dari
Indonesia yang mendapat kesempatan itu. Selamat ya..” kata Desi
“Selamat yaa Nayla, kamu hebat” kata Tia
“terima kasih teman-teman” jawabku
Sejak
saat itu aku terus menambah porsi latihanku setiap harinya. Aku langsung
memberi tahu ayah dan ibuku tentang hal tersebut. Ayahku sangat senang
mendengarnya, meskipun ibuku terlihat sedikit muram, mungkin karna habis
bertengkar dengan ayah. Atau karena ibuku tak menyukai olahraga bulu tangkis.
Keesokan
paginya, hari minggu pagi kucari raketku tapi tak kutemukan dimanapun. Saat aku
keluar rumah, benda yang sangat kucari itu sudah patah dan berada di tempat
sampah. Tanpa pikir panjang kuambil dan kubawa raketku ke ayahku. tiba-tiba
ayahku marah sekali dan menuduh ibuku yang melakukan itu semua. Ternyata ibupun
mengakui kalau dialah yang melakukannya. Aku langsung berlari keluar rumah
sambil menahan air mata agar tak terjatuh.
Aku
menuju rumah Tia yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumahku. Aku
menceritakan semua kepadanya. Sedihku mulai hilang saat itu, saat Tia
meminjamkan raketnya untuk aku bisa latihan. Senang sekali rasanya, aku bisa
kembali berlatih agar aku dapat terbang ke Korea minggu depan.
Setelah
dari rumah Tia, aku menuju tempat latihan. Ada pak Herman disana. Saat latihan,
aku sempat terjatuh ,kakiku sedikit terkilir dan kepalaku sedikit membentur
lantai. Pusing dan sakit memang, tapi tetap kulanjutkan. Setelah latiahan pak
Herman pak Herman berpesan kepadaku.
“Nay, tinggal beberapa hari lagi kamu berangkat ke Korea.
Jaga kesehatan ya. Inikan mimpi kamu?” kata pak Herman.
“iya pak, saya akan jaga kesehatan. Ini jalan buat saya
untuk mewujudkan cita-cita saya” Jawabku
“memangnya cita-cita kamu apa?” tanya Pak Herman.
“ada tiga cita-cita saya pak.”Jawabku
“apa saja?” Pak Herman penasaran.
“pertama aku mau orang tuaku gak bertengkar lagi. Kedua aku
mau adikku gak di buly lagi di sekolahnya. Ketiga, aku mau Desi dan Tia tidak
berperang dingin lagi”Jawabku
“semua cita-cita kamu hanya untuk orang lain?” kata pak
Herman
“kalau orang-orang yang aku sayang bisa senyum dan bahagia,
itu cukup buat aku pak”
“terus apa hubungannya sama keberangkatan kamu minggu depan
ke Korea?”
“kalau aku bisa ke Korea, ayah
dan ibuku pasti bangga sama aku, aku yakin mereka bisa lebih damai ketika aku
jauh dari mereka. Kalau aku bisa ke Korea adik aku pasti bangga sama aku dan
teman-teman di sekolahnya juga pasti tidak akan membuly adikku lagi. Dan Desi
dengan Tia akan saling membutuhkan dan akan padam api antara mereka berdua”
Jawabku
“sukses selalu Nayla. Bapak selalu mendukung kamu. Bapak bangga
punya murid kaya kamu” Kata pak Herman
“terimakasih pak” Jawabku
Setelah
latihan, akupun pulang. Setelah sampai dirumah aku bingung, kenapa pada hari
minggu Ibu masih saja bekerja. Tak terlalu ku pedulikan itu. Hari mulai malam,
ibuku masih belum pulang. Ayah mengajak aku dan Rangga untuk segera tidur.
Kamipun menurutinya.
Keesokan
paginya saat aku terbangun, di dinding kamarku tergantung sebuah raket
bulutangkis yang bagus sekali. Aku tahu harganya pasti sangat mahal. Diraket
itu terdapat sepucuk kertas yang bertuliskan “Semangat yaa....” aku langsung
mencari ayah, tapi ayah sudah berangkat kerja, jadi dapat kusimpulkan bahwa
raket itu dari ayah.
Saat
pulang sekolah aku kembali berlatih bersama pak Herman. Latihanku bertambah
banyak porsinya. Karna lelah aku terjatuh lagi. Kakiku terkilir dan kepalaku
membetur lantai. Tak sadarkan diri aku waktu itu. Saat aku terbangun aku sudah
berada di rumah sakit. Aku bingung,
separah apakah aku. Pusing dan sakit masih kurasakan. Tapi tak memadamkan
semangatku untuk tetap latihan.
Keesokan
harinya aku kembali latihan, namun kali ini sendiri. Karena pak Herman sedang
ada keperluan lain. Kakiku terasa sakit sekali dan kepalaku juga. Untunglah
saat itu ada Desi bersamaku. Entah apa yang terjadi, aku kembali berada di
kamar yang sama dirumah sakit. Orang tuaku datang dan memelukku sambil menagis.
Aku bingung dan tidak mengerti sama sekali maksud mereka. Sangat sangat aneh
bagiku. Beberapa menit kemudian mereka keluar dari kamarku. Dan digantikan
seorang dokter yang memeriksaku.
“nak Nayla, coba gerakan kaki kanan anda” Ucapnya
Akupun melakukan apa yang dikatan.
“bagus, sekarang gerakan kaki kirinya”
Akupun melakukan apa yang
dikatakan, tapi tiba-tiba kaki kiriku sma sekali tidak bisa digerakan. Aku
kaget dan tak bisa melakukan apapun.
“dok.. Dok... Kok?”
“maaf nak Nayla, kami sudah
berusaha yang terbaik. Namun inilah kenyataannya, dengan berat hati kami harus
mengatakan bahwa nak Nayla harus berjalan diatas kursi roda” dokter bersuara
lemah.
“ma..ma...maksudnya dok? Saya lumpuh?” kataku kaget
Dokter hanya mengangguk
sedih, kecewa, semua perasaan
bercampur dalam diriku. Aku gagal pergi ke Korea untuk menggapai cita-citaku.
Semua hancur, hangus tak ada bekas.
“dok, tolong sekali ini saja.
Sembuhkan aku dok. Tolong. Setelah aku nanti kembali dari Korea, terserah
dokter ingin diapakan kakiku ini. Saya mau cita-cita saya tercapai dok. Tolong
dok, sekali ini saja dok. Aku gak mau ibu dan ayah bertengkar lagi dok, aku gak
mau adikku dibuly lagi dok. Dok tolong sembuhkan aku dok” air mataku menetes
tak terbendung. Semua cita-citaku tentang kedamaian di keluarga hampa sudah.
Saat aku
pulang kerumah dengan kursi roda yang didorong ayahku. Kedua orang tuaku tak
kudengar bertengkar lagi. Desi dan Tia datang bersamaan. Adikku dan
teman-temannya menjengukku. Aku sangat bersyukur, semua keinginanku terwujud
meskipun aku bingung apa yang terjadi terhadap mereka. Beberapa hari kemudian
ayah dan ibu menceritakan yang sebenarnya kepadaku bahwa pak Herman
satu-satunya orang yang mengetahui semua keinginanku menceritakannya kepada
mereka. Dan waktu itu ibu pergi kerja waktu hari minggu agar dapat membelikan
raket yang baru untukku, ya raket itu dari ibu. Kata ibu raketku yang lama
sudah tida bagus lagi, jadi ibu membelikan yang baru.
Sebuah
keinginan yang besar, harus diperjuangkan dengan usaha yang besar pula. Serta
banyak hal yang harus dipertaruhkan dalam mendapatkannya.
Karya: Rizki Fahrur
Rizal
Kamu
Guys
kenalin, gue Ricky. Gue bakal ceritain pengalaman cinta gue yang menarik buat
dibaca. Mungkin lo semua pernah ngalamin atau gak sama sekali.
Cerita
ini dimulai waktu gue kelas satu SMA. Waktu itu angkatan gue, kurikulum lama
masih diterapin, yaitu penjurusan dimulai dikelas sebelas. Jadi, dikelas
sepuluh gue berusaha mati-matian buat dapetin jurusan IPA. Waktu itu gue
beruntung banget punya temen yang baik, cantik, dan pastinya pinter. Namanya
Lisa, dia jago banget sama pelajaran yang sebagian orang benci pelajaran itu. Lo
taukan itu apa? Yap, matematika. Sejago-jagonnya lo ngindarin pelajaran itu,
pasti bakal ketemu juga.
Back to
the topick guys. Selama hampir setahun di kelas sepuluh, Lisa jadi guru les
gua. Gue balajar pelajaran IPA dari dia, tapi gak cuma-Cuma.
“oke, aku bakal bantuin kamu belajar, tapi gak Cuma-Cuma
ya?” Kata Lisa
“Sip.. berapa gue harus bayar setiap bulan?” Kata gue
“kamu gak perlu bayar pake uang kok, cukup buktiin kalo kamu
bisa masuk IPA” kata Lisa
“itu doang? Oke deal!” gue semangat.
Hampir
setiap hari gue belajar bareng Lisa, emang sih kalo belajar terus itu bete
banget. Tapi, orang yang udah belajar aja belum tentu sukses, apalagi gak
belajar? dan akhirnya perjuangan gue berbuah manis. Yap, gue masuk jurusan IPA
dan dapet peringkat 2 dari 40 siswa dikelas, peringkat pertama Lisa, guru les
gue. Gak Cuma itu, dikelas sebelas gue sekelas lagi sama Lisa. Semangat membara
dalam diri gue buat lebih giat lagi belajar.
Apa lo
pernah suka sama seseorang secara diam-diam waktu SMA? Itulah perasaan gue ke
Lisa. Dan gue yakin kalo Lisa juga suka sama gue. Secara, ibu gue bilang kalo
gue paling ganteng dan keren. Waktu gue lagi makan bareng + nyari buku(buat
alesan aja) sama Lisa, gue pernah nembak dia
“Lisa, I want to tell you something.” Kata gue
“what is it?” jawab Lisa
“the truth, i’ve been loving you since we have first
meeting. Would you be my girl?”
“Rick, I’m sorry but i can’t be your girl. But, we’re still
in a friendship aren’t we?” gue ditolak.
Setelah
gue nembak Lisa dan ditolak, gue tetep suka sama dia. Malah hubungan kita lebih
deket lagi. Oh ya gue lupa, di SMA gue juga punya sahabat, namanya Fajar. Kita
udah temenan dari SD. Kita sering sharing bareng, dan tentunya Fajar juga tau
kalo gue ditolak sama Lisa.
Gak
terasa udah 3 tahun kita sekolah di SMA. Waktu perpisahan, kita semua membuat
kenangan terindah kita di Puncak, Bogor. Waktu itu gue duduk sama Lisa di pinggir
kolam renang sambil menikmati indahnya karya Tuhan. Kita ngobrol bareng.
“Ricky, setelah lulus kamu mau jadi apa?” tanya Lisa
“setelah lulus, gue bakal taklukin dunia ini pake tangan gue
sendiri.”jawab gue
“keren” puji Lisa
“dan, seluruh dunia gue, itu elo” kata gue
“hah?” Lisa kaget
“apa kamu mau tahu alesan aku nolak kamu waktu itu?” lanjut
Lisa
“apa?” gue penasaran
“kata orang-orang, masa paling indah adalah masa pendekatan.
Setelah bener-bener jadian, bakal banyak perasaan yang hilang dan sirna. Dan aku
nggak mau kehilangan semua perasaan itu ke kamu” jelas Lisa
Dag dig
dug duuaarrrr perasaan gue waktu itu denger penjelasan Lisa. Mulai saat itu
kita berdua janji tetep jaga komunikasi satu sama lain.
Akhirnya
pengumuman masuk universitas negeri udah tiba. Gue diterima di Universitas
Negeri Sebelas Maret Solo jurusan Tehnik sipil. Dan Lisa di Universitas Negeri
Jakarta jurusan matematika. Buat gue jarak bukanlah penghalang dalam sebuah
hubungan. Kita tetepjalin komunikasi.
4 tahun
berlalu, dengan gelar S.T. dibelakang nama gue, gue balik ke jakarta melepas
rindu sama keluarga dan tentunya Lisa. Setelah itu gue putusin buat lanjut S2
di universitas gue yang lama. Pada suatu ketika waktu gue lagi kuliah,
tiba-tiba handphone gue ilang, dan sialnya gue gak hapal nomor Lisa. Komunikasi
antara kita terputus sejak saat itu.
Setelah
lulus S2, gue balik lagi ke pangkuan ibu kota. Beruntung gue gak lupa alamat
rumah Lisa. Saat gue kerumah Lisa, kita ngobrol bareng.
“apa kabar Ricky? Kamu lama gak kasih kabar” kata Lisa
“kabar baik, iya maaf, handphone aku ilang waktu itu, dan
aku gak hapal nomor handphone kamu. Tapi kalo nomor hati kamu, aku ,masih inget
kok.” Jawab gue
“sayangnya, udah gak bisa” kata Lisa
“Loh? Maksudnya?” gue penasaran
“ini” Lisa ngasih undangan pernikahannya sama seseorang. Dan
apa lo tau siapa orang itu? Dia Fajar sahabat gue.
Bagaikan
teriris hati gue, liat itu semua. Gue kira, gue adalah cowok yang kuat tapi
untuk urusan cinta, ternyata gue orang yang sangat lemah. Perinsip cinta gue
selama ini salah. Ternyata, cinta yang jauh akan digantikan dengan cinta yang
dekat dan penuh komunikasi.
Karya : Rizki Fahrur Rizal
Love is
Misterious
Hai kawan,
kenalin nama gua Aldo. Gua sekolah di SMA 95 Jakarta. Disini gua punya
buuaanyyaaaakkk banget temen. Dan ada temen gua yang paling akrab sama gua.
Wajarlah, dari TK sampe SMA kita bareng. Namanya Rony, menurut gua dia itu temen
ajaib karena selalu ada di waktu suka atau duka.
Di sekolah
terutama di kelas gua, gak cuma gua sama Rony aja yang temenan dari TK sampe
SMA. Ada Susi sama Tesa, mereka klop banget kaya gua sama Rony.
Tapiii...
jujur aja kawan, gw sama Tesa jarang tegur sapa entah kenapa. Tapi kalo Rony sama
Susi dekeeetttt.... banget. Kurang lebih begitulah hubungan kita.
Suatu hari
waktu pelajaran Biologi, guru super super suuupeerrr killer yang disegani sama
semua murid di sekolah, ngasih tugas buat bikin makalah. It’s OK no problem.
Waktu itu beliau ngasih tugas buat bikin makalah secara berkelompok.
Masing-masing kelompok terdiri dari 2 orang. Tugas-tugas sebelumnya kalo beliau
nyuruh bikin kelompok dan terdiri dari 2 orang. Gua selalu sekelompok sama Tesa,
lumayanlaahh gak perlu repot-repot ngerjain, soalnya tiap kali gua tanya
“Sa, gua bantu bikin tugas ya?”
Jawabannya
adalah
“gak usah do, gua aja yang ngerjain.
Lu fotocopy aja”
Senangnya sekelompok
sama Tesa. Tapi This is a bad moment, really really bad. Guru biologi ngacak
lagi kelompoknya. For the first time, gua sekelompok sama susi. Dan Tesa sama
Rony. Alangkah senangnya Ronyyy...
“ooiii Sus, kita kerja sama ya?” tanya
gua
“iya” jawabnya agak senyum
“maksud gua lu kerja, gua samain”
“enak ajaa lo... kagak-kagak, kerja
bareng-bareng” jawab dia
Yaa
mau gak mau deh...
Keesokan
harinya waktu di sekolah, gua sama Rony makan bareng kaya biasa di kantin. Rony
bilang ke gua
“bro, si Tesa cantik juga ya?”
“hah? Lu suka sama dia?” jawab gua
kaget
“gapapa kan?”
“yaaa gapapa sih.. yakin lo?” tanya
gua
“lo juga kagak naksir kan sama dia?
Jadi gak masalah kan?” Rony kaya minta ijin sama gua
“bro, gua emang kurang suka sama dia.
Dan kita emang temen, tapi urusan cinta kita beda jalan” jawab gua
“tapi lo gak suka kan sama dia?”
Gua cuma
senyum dan lanjutin makan.
Sebenernya
gua tau kalo Tesa suka sama gua, tapi dia malu-malu kalo ketemu gua dan mungkin
itu sebabnya dia jarang ngomong sama gua. Day by day, week by week. Rony terus
deketin Tesa.
Pada suatu
moment dimana beberapa hari menjelang libur tahun baru. Gua ngasih Tesa coklat.
“Sa, coklat buat lo”
“hhmmm makasih yaa doo...” Jawabnya
senyum
“itu titipan dari temen gua”
Gua
liat mukanya Tesa kaya agak kecewa tapi tetep senyum. Dan guapun pergi.
Pas
istirahat sekolah, waktu gua dikelas gua duduk di pinggir kelas sebelah
jendela. Gua bisa denger suara Rony dan Tesa lagi ngobrol di luar kelas
“Tesa, ..... (beberapa kalimat gua
lupa) gua sayang sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gua?” Rony sambil ngasih
bunga + berlutut ke Tesa
“hah? Serius?” Tesa kaget
“Liat mata gua, apa gua bohong?”
kata-kata mutiara keluar dari mulut Rony
“hhmmmm, iya..” Tesa senyum
Rony langsung teriak-teriak gak karuan
mengekspresikan kesenangannya.
Dari
dalem kelas gua cume senyum kecil, dan ke kantin.
Malam
minggu pun tiba. Ini adalah malam yang dinantikan oleh para pasangan, malam
yang didoakan agar hujan oleh para pecemburu, tapi buat seorang pembuat cerpen
kaya gua, mau hujan, mau kagak, kagak ada ngaruhnya asalkan ada secarik kertas
dan alat tulis dan jangan mati lampu.
Kebetulan,
malam ini Susi ulang tahun. Gua dan temen-temen gua mau makan besar di rumah
Susi. Rony bakar ikan, Susi berdiri sambil nyambut tamu, gua duduk di meja nunggu
ikan bakar dateng sambil sedikit ngobrol sama Tesa.
“Do, kalo udah lulus nanti lu mau jadi
apa?” tanya Tesa
“gua mau pergi ke Solo buat belajar
kimia yang lebih dalem lagi. Yaa, lo tau lah apa pelajaran kesukaan gua. Kalo
lo mau jadi apa?”
“gua mau punya WO (Wedding Organizing)
sendiri, dimana gua bisa bantu orang-orang yang mau adain perubahan dalam
hidupnya” Jawab Tesa
“nice. Oh ya sa, si Rony romantis juga
ya nembak lu pake bunga sambil berlutut pula. Kaya di tv tv”
“menurut lu gitu? Menurut gua nggak. Itu udah
sering gua liat. Gua jarang liat orang yang main yaaa kaya sulap gitu buat
nyatain perasaannya, pasti lebih romantis” jawab Tesa
Ternyata
ngobrol bareng sama Tesa asik juga, kita ngobrol ini, itu dan lain-lain. Malah
jadi sering ngobrol bareng.
Beberapa
minggu kemudian, gua sempet denger Rony sama Tesa ngorol di samping kelas.
“Sa, aku mau tanya sama kamu?”
“apa?”
“perasaan kamu sama Aldo gimana?”
tanya Rony
Tesa cuma diem, mungkin cari jawaban
“ aku tau perasaan kamu yang
sebenernya, aku gak mau jatuh ke hati kamu dan tenggelam di dalamnya kalau udah
ada orang lain disana. Aku rasa, kita temenan aja ya?”
Tesa kaget
seakan gak percaya dan Rony langsung pergi.
Tanpa
dirasa perpisahan pun tiba. Gua dan temen-temen gua harus pisah buat dapetin
cita-cita kita selama ini. Gua langsung pergi ke Solo buat belajar di sana. Di stasiun
kereta gua ditemenin sama Rony, Tesa dan Susi. Waktu kereta bersiap memutar
roda besi di kaki gerbong, gua liat dari jendela Tesa nangis di pelukan Rony.
Dan Tesa sempet gambar sesuatu di jendela kereta yang berembun. Tesa gambar
lambang hati. Dan gak lama kereta berangkat.
Di
perjalanan gua sedih, sedih banget. Karena gua gak pernah bilang jujur perasaan
gua yang sama ke Tesa. Gua inget beberapa bulan yang lalu, dimana gua beliin
coklat buat Tesa dan gua bilang “itu dari temen gua” karena gua Cuma jadi
pengecut di depan orang yang gua suka. Betapa sakit pula hati gua, waktu gua
denger Rony nembak dia. Dan itu tinggal kenangan entah akan terjadi lagi atau
nggak. Andai waktu bisa diputar ulang.
4 tahun kemudian
Akhirnya
gua kembali ke pelukan Ibu kota. Beberapa hari setelah gua pulang gua mau
nyatain perasaan gua ke Tesa lewat sulap kaya yang pernah dia bilang. Gua bawa
setumpuk kartu remi dengan trik-trik khusus buat nembak dia.
Setelah
gua sampe di depan rumahnya, gua liat dia sama Rony sahabat gua. Mereka akrab
banget sambil milih cincin pernikahan dari majalah. Sakitnya hati ini kawan, tak
bisa dijalaskan dengan kata-kata. Langsung gua cabut pulang kerumah.
Sore
harinya Rony dateng kerumah gua ngasih undangan pernikahannya. Dengan perasaan
sedih campur kecewa (bayangin sendiri) gua langsung masuk rumah dan tidur.
Hari demi
hari, akhirnya hari itu tiba dimana gua harus hadir di sebuah acara pernikahan.
Disitu gua liat Rony lagi nunggu sang pengantin wanita. Pengantin wanitanya pun
datang. Alangkah terkejutnya gua tiba-tiba Tesa nepuk bahu gua dari belakang
sambil bilang.
“apa kabar kawan lama?”
“Tesa? Loh? Terus pengantin itu siapa?” tanya
gua kaget
“lo gak tau apa emang pura-pura gak tau? Lo
gak baca apa undangannya, jangan-jangan lo juga gak tau kalo lo jadi pengisi
hiburan disini?"
“maksud lo?” gua makin bingung
“yang nikah itu Rony sama Susi. Nah elo nanti
malem ngisi acara hiburan disini. Suara lo kan bagus , lo bisa nyanyi lah?”
Akhirnya
Tesa jelasin ke gua kalo waktu itu Rony dateng kerumahnya karna mau pesen
cincin buat acara spesialnya ini dan cincin itu buat Susi, karena Tesa punya WO
sendiri jadi dia pesen sama Tesa. Dan di undangan itu gak gua baca kalo nama
pengantinnya Rony dan Susi. Jangankan dibaca, langsung gua buang malah. Jadi
gua gak tahu kalo di akhir halaman undangan itu ada tulisan “Hiburan : Teman
Spesial ‘Rony’”
Malam hari
pun tiba, waktunya gua perform. Bukan suara merdu yang gua kasih tau. Tapi
keahlian baru gua main sulap. Waktu itu gua minta main di tengah lapangan tanpa
lampu hanya obor. Gua diikat di kursi plastik dan ditutup kain. Gak lama kursi
itu ditabrak sebuah motor dengan kecepatan lumayan kenceng. Tesa langsung
nangis dan lari, tiba-tiba gua dateng dari belakang Tesa sambil bawa obor kecil
ditangan. Pas dia liat gua, api yang ada di obor gua gua sulap jadi setangkai
mawar cantik dimalam yang indah. Kita akhirnya bisa ungkapin perasaan satu sama
lain dan bisa bahagia.
Karya : Rizki Fahrur Rizal